Transisi ke DTSE Masih Terkendala, Lansia di Tasikmalaya Sulit Akses Jaminan Kesehatan

Jun 17, 2025 - 15:13
Jun 17, 2025 - 15:13
Transisi ke DTSE Masih Terkendala, Lansia di Tasikmalaya Sulit Akses Jaminan Kesehatan

INILAHTASIK.COM | Pemerintah tengah mengalihkan sistem perlindungan sosial nasional dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ke Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSE), dengan tujuan menciptakan satu data rujukan yang sahih, valid, dan terintegrasi. Namun, transisi ini belum berjalan mulus dan mulai berdampak pada warga rentan, seperti yang dialami Ibu Mimin Aminah (67), seorang lansia asal Desa Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya.

DTSE sendiri dirancang sebagai basis data utama untuk penyaluran bantuan sosial oleh berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Sosial dan Bappenas. Salah satu perubahan penting adalah sistem klasifikasi kesejahteraan warga berdasarkan desil, yaitu tingkat kesejahteraan dari 1 hingga 5, yang menentukan jenis bantuan yang diterima. Namun, hingga pertengahan tahun ini, peluncuran resmi sistem DTSE dari pemerintah pusat belum dilakukan.

“Kami masih menunggu sistem resmi DTSE diluncurkan. Sementara ini, proses ground check tetap kami jalankan, tapi belum bisa dieksekusi penuh,” ujar Kepala Dinas Sosial Kabupaten Tasikmalaya, Senin (17/6/2025).

Lansia Sakit Tak Terdaftar DTKS, Proses Tertahan

Salah satu kasus nyata dari dampak transisi ini adalah kondisi Ibu Mimin, yang belum terdaftar dalam DTKS maupun sistem DTSE. Meski mengalami gangguan kesehatan selama beberapa hari akibat asam urat dan gula darah tinggi, ia baru mendapat perawatan di Puskesmas setelah kondisinya memburuk.

“Awalnya cuma sakit di kaki, enggak bisa jalan. Dipijit-pijit dulu, baru tadi bisa ke Puskesmas. Kata dokter, asam urat sama gula darah,” ungkap Ibu Mimin.

Kondisinya yang tinggal di kontrakan bersama anaknya tanpa penghasilan tetap membuatnya berharap bisa segera mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) berbasis Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Kalau ada KIS, kan bisa dibantu pemerintah. Soalnya kalau sakit mendadak, enggak bisa nunggu lama,” katanya dengan nada harap.

Yayasan Peduli Untuk Sesama yang menerima laporan dari warga segera melakukan pendampingan dan verifikasi ke lokasi. Mereka juga berkoordinasi dengan pihak Kesra Desa Rajapolah. Namun, seperti diungkapkan Iwan, perwakilan desa, sistem SIKS-NG yang menjadi pintu masuk pengajuan DTKS masih dalam proses pembaruan.

“Memang ada gangguan di sistem nasional. Jadi pengajuan data baru belum bisa diproses seperti biasa,” jelas Iwan.

Desak Jalur Darurat untuk Warga Rentan

Menanggapi situasi ini, Redi dari Yayasan Peduli Untuk Sesama menegaskan perlunya solusi cepat untuk kondisi darurat warga miskin.

“Kami tidak bisa menunggu sistem pulih, karena sakit tidak bisa ditunda. Harus ada jalur darurat bagi warga yang sangat membutuhkan,” tegas Redi.

Ia juga menyayangkan keterlambatan pendataan terhadap Ibu Mimin yang menurutnya sudah lama layak menjadi penerima bantuan.

“Beliau ini lansia, tidak bekerja, tinggal di kontrakan, jelas masuk kriteria. Harusnya sudah terdata dari dulu,” tambahnya.

Meski demikian, Redi memberikan apresiasi terhadap respons cepat Pemerintah Desa Rajapolah yang langsung menjenguk dan berkoordinasi untuk menindaklanjuti laporan.

“Kami apresiasi langkah cepat desa. Empati seperti ini penting. Tapi kami juga harap desa bisa lebih aktif, tidak hanya menunggu sistem,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya menyalurkan semangat kepemimpinan dari tingkat atas ke bawah.

“Pak Gubernur Jawa Barat sudah memberikan contoh nyata bahwa pemimpin harus hadir untuk rakyat. Semangat itu harus sampai ke tingkat desa,” pungkas Redi.

Yayasan Peduli Untuk Sesama berkomitmen terus mengawal proses pengajuan KIS untuk Ibu Mimin dan mendorong adanya protokol tanggap darurat agar warga rentan tidak menjadi korban dari kendala administratif.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow