Beban Pengendalian Populasi Ada di Pundak Perempuan

May 14, 2023 - 23:11
Beban Pengendalian Populasi Ada di Pundak Perempuan

OPINI, INILAHTASIK.COM | Artikel ini fokus pada program Keluarga Berencana (KB) yang dibebankan kepada perempuan. Padahal laki-laki memiliki kewajiban untuk ikut serta dalam pengendalian populasi.

Artikel ini menggunakan pendekatan konstruksi gender sebagai kacamata dalam melihat konstruksi masyarakat yang menjadi akar masalah atas anggapan bahwa perempuan yang bertanggungjawab atas kehamilan dan melahirkan.

Pada tahun 1969, pemerintah Indonesia mencanangkan program Keluarga Berencana (KB) untuk menekan pertambahan penduduk dengan melakukan pengaturan atas kelahiran, pendewasaan masa usia perkawinan, dan kesejahteraan keluarga.

Namun, seiring dengan berjalannya program KB, partisipasi program ini didominasi oleh perempuan. Padahal, pemerintah melalui kebijakan program KB menargetkan partisipasi suami dan istri, namun dalam pelaksanaannya perempuan yang menjadi fokus dalam penyebaran informasi, edukasi, dan komunikasi dalam program KB.

Mengapa perempuan yang menjadi fokus utama dalam sosialisasi program KB?, secara umum alasan perempuan menjadi target dalam program KB berhubungan dengan konstruksi peran perempuan di masyarakat.

Mansour Fakih (2008) dalam bukunya Analisis Gender menjelaskan bahwa gender dapat dikonsepsikan sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum perempuan maupun laki-laki yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Penanaman sifat feminitas dan maskulinitas terhadap jenis kelamin tertentu menjadikan konstruksi atas kepantasan tertentu.

Penulis mengangat contoh dari Walby (1990) bahwa perempuan diidentikkan dengan sifat kolaboratif, pasif, kelembutan, dan emosionalitas. Sifat tersebut biasa diketahui sebagai sifat yang feminin. Sedangkan laki-laki diidentikan dengan maskulinitas yang digambarkan sebagai seorang yang tegas, lincah, dan mandiri. 

Sifat-sifat tersebut disosialisasikan di masyarakat melalui berbagai macam cara seperti pendidikan, keagamaan, film, literatur, majalah, dan foto yang merepresentasikan gender tertentu. Sosialisasi di masyarakat membentuk perempuan untuk menjadi individu feminin bahwa hanya perempuan yang memiliki sifat kelembutan dan kepedulian. Konstruksi tersebut akan berujung pada kesimpulan bahwa hanya perempuan yang bertanggungjawab atas hal yang berkaitan dengan kelembutan seperti mengandung dan mengasuh anak.

Penelitian Komnas Perempuan terkait kekerasan terhadap perempuan berbasis budaya menunjukan bahwa terdapat konstruksi budaya yang mengharuskan perempuan berperilaku tertentu saat sedang mengandung dan melahirkan.

Sebagai contoh, dalam penelitian Komnas Perempuan memperlihatkan komunitas Suku Betawi mengharuskan perempuan yang hamil untuk selalu membawa gunting, hal tersebut bermaksud untuk melindungi kandungan dari makhluk halus.

Selain itu, konstruksi budaya di Bali mengharuskan perempuan tetap beraktifitas selagi masa kehamilan, karena konstruksi budaya di Bali ketika perempuan bermalas-malasan saat kehamilan akan menyebabkan anak yang lahir menjadi seorang yang pemalas. Dua contoh diatas memperlihatkan konstruksi budaya mengganggap bahwa kehamilan dan melahirkan adalah urusan perempuan. 

Sosialisasi mengenai anggapan kehamilan adalah urusan perempuan telah berlangsung lama di masyarakat. Perempuan juga dianggap bertanggungjawab atas urusan domestik di rumah, dimulai dari urusan dapur dan mengasuh anak, serta laki-laki dianggap sebagai individu yang berperan untuk urusan luar rumah seperti mencari nafkah. Dengan terbentuknya peran tertentu ini, kehamilan dan melahirkan akan dianggap hanya urusan perempuan.

Ketika munculnya program KB yang salah satu targetnya adalah untuk mengendalikan populasi, masyarakat akan beranggapan bahwa alasan meningkatnya populasi adalah karena kelahiran. Karena konstruksi di masyarakat telah melihat bahwa kehamilan dan melahirkan adalah urusan perempuan, maka program KB fokus pada perempuan.

Mari kita lihat data yang dikeluarkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2018 bahwa partisipasi perempuan dalam KB sebesar 96,7% dan laki-laki 3,3%. Angka tersebut menunjukan ketimpangan partisipasi keikutsertaan dalam program KB yang mayoritas partisipan adalah perempuan.

Padahal program KB bukan hanya ditujukan kepada perempuan, laki-laki memiliki metode tersendiri dalam program KB. Namun yang menjadi permasalahan adalah program KB tidak menitikberatkan fokus kepada laki-laki. Salah satu metode program KB untuk laki-laki yang efektif adalah Vasektomi. Namun, konstruksi di masyarakat mengenai vasektomi diidentikkan dengan kebiri.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan hanya 0,2% laki-laki yang berpartisipasi dalam vasektomi. Akseptabilitas laki-laki cenderung rendah terhadap informasi dan pelayanan program KB. Sosialisasi dan promosi KB laki-laki sangat terbatas, akses pelayanan KB untuk laki-laki juga terbatas, dan yang paling menjadi titik masalah adalah pengetahuan laki-laki mengenai program KB yang rendah.

Konstruksi sosial di masyarakat bahwa kehamilan dan melahirkan adalah urusan perempuan menyebabkan anggapan pengendalian populasi ada di tubuh perempuan. Hal ini menghadirkan agen-agen sosialisasi di masyarakat seperti media massa, Ibu, saudara perempuan, teman kerja, tetangga, dan individu lainnya saling mengawasi perempuan untuk melakukan program KB.

Ketika agen sosialisasi ini saling mengawasi dan membentuk perilaku satu dengan yang lainnya, anggapan perempuan bertanggungjawab atas urusan hamil dan melahirkan akan semakin mengkristal.

Menjadi penting untuk diketahui bahwa pengendalian populasi bukan hanya urusan perempuan, laki-laki bisa ikut bertanggungjawab dengan mengikuti program KB yang telah disediakan pemerintah.

Dimulai dari diri sendiri untuk mencari informasi dan pengetahuan mengenai keterlibatan laki-laki dalam program KB sampai mengubah konstruksi masyarakat bahwa lahir dan melahirkan bukan hanya tugas perempuan. Bila konstruksi ini terus berlanjut, beban pengendalian populasi akan selamanya berada dalam tubuh perempuan.


Tian A. Nugraha

Mahasiswa Politik Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow