Judol Merajalela, Saatnya Kembali Pada SyariatNya
INILAHTASIK.COM | Bercita-cita kaya? banyak uang? boleh-boleh saja, tak ada yang salah kok. Tapi, yang perlu diingat adalah cara mendapatkan uang atau kekayaan tersebut, haruslah dengan cara yang halal dan usaha yang maksimal.
Sayangnya, hari ini banyak yang ingin kaya instan yakni dengan jalan judi. Seperti judi online (judol) yang sedang diminati para "pemimpi". Bermimpi jadi ningrat malah melarat, bermimpi kaya malah teraniaya.
Keminfo mengatakan ada sekitar 3,2 juta masyarakat Indonesia yang terindikasi judol. Pelakunya mulai dari pelajar, mahasiswa, pekerja, ibu rumah tangga bahkan aparat penegak hukum pun tak ketinggalan main judol.
Banyak kasus kerusakan dan kekerasan rumah tangga lahir dari judol. Pasalnya, menang ketagihan, kalah bikin penasaran, itulah judol. Sehingga meracuni pelakunya untuk terus mencoba, tak peduli modal yang ia peroleh darimana dan dengan cara apa didapatkan
Baru-baru ini ramai di pemberitaan media, sebuah kasus pembakaran seorang aparat kepolisian yang dilakukan oleh istrinya yang juga seorang polwan. Pembakaran ini dilakukan karena motif kesal, lantaran suami kerap menghabiskan uang untuk bermain judol (CNNIndonesia.com, 11/6).
Sebagai upaya pemerintah dalam menangani kasus judol yang kian merusak, pemerintah telah mengeluarkan Keppres no 21/2024 tentang satuan tugas (satgas) pemberantasan judol.
Dalam Keppres tersebut ada dua cara pemberantasan judol. Pertama, upaya pencegahan lewat jalur edukasi dan literasi. Kedua, upaya penindakan yang dilakukan dengan upaya menurunkan (takedown) situs judol maupun situs yang menampilkan judol.
Sepanjang 17 Juli 2023 hingga 21 Mei 2024 Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi menyebutkan telah memblokir 1.904.246 konten judi online (Tirto.id, 22/5).
Namun, tingginya minat masyarakat terhadap judol memang tak bisa dielakkan. Apalagi penyediaan judol terfasilitasi di negara yang memisahkan urusan agama dan kehidupan (sekuler) ini.
Penerapan sekulerisme kapitalisme dan liberalisme membuat masyarakat semakin jauh dari agama, cenderung bebas, serta ingin meraih harta dengan cara instan. Akhirnya, lemahnya iman menjadikan judol sebagai harapan untuk mendapatkan pundi-pundi uang.
Semakin merajalelanya judol dengan angka pelaku yang sangat tinggi menandakan bahwa ini bukan menunjukkan sebuah kasus lagi. Akan tetapi sebuah problem besar yang memerlukan penyelesaian secara tuntas dari akarnya.
Kondisi perekonomian masyarakat hari ini berada dalam genggaman para pemilik modal. Akhirnya, meniscayakan yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin.
Disisi lain, masyarakat dihadapkan dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin mahal. Sementara pendapatan tak beranjak naik, yang ada malah berkurang tersebab kebijakan-kebijakan baru yang digadang-gadang mampu mensejahterakan rakyat.
Ini semua berakar dari penerapan sebuah sistem hidup yang rusak.
Lain halnya ketika dalam berkehidupan menggunakan sistem yang berasal dari Allah SWT, sistem IsIam. Dimana dalam sistem IsIam melarang tegas segala bentuk perjudian. Sampai Allah menyatakan perbuatan judi sama dengan perbuatan syaitan.
Firman Allah SWT, yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung" (TQS Al- Maidah :90).
Setiap individu masyarakat dalam IsIam akan dibina ketaatannya dengan sistem pendidikan IsIam yang berlandaskan akidah IsIam. Sistem pendidikan ini akan melahirkan individu-individu yang memiliki pola pikir IsIami dan pola sikap IsIami.
Sehingga ketika melakukan aktivitas kehidupan akan lebih berhati-hati, apakah perbuatan tersebut dibolehkan atau dilarang oleh syara.
Kemudian negara pun akan memberikan sanksi tegas baik kepada bandar maupun pelaku judol. Sanksi ta'zir yang memberi efek jera bagi pelaku.
Selain itu, negara dalam sistem IsIam juga berkewajiban menjamin terpenuhinya semua kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan rakyatnya.
Sebab negara memiliki fungsi sebagai riayah suunil ummah (mengurusi urusan rakyat), bukan membebani rakyat.
Semua itu hanya bisa ditemukan dalam negara yang menjalankan syariat islam secara keseluruhan dalam bingkai Daulah Islamiyah.
Wallahua'lam bishowab.
Oleh : Yayat Rohayati
What's Your Reaction?