Anak Terancam Depresi, Jangan Sepelekan Kesehatan Mental Anak

May 9, 2023 - 04:03
May 9, 2023 - 04:08
Anak Terancam Depresi, Jangan Sepelekan Kesehatan Mental Anak

OPINI, INILAHTASIK.COM | Terlansir berdasarkan penelitian The Indonesian National Adolescence Mental Health Survey (I-NAMHS) sebanyak 15,5 juta remaja Indonesia didiagnosis mengalami masalah mental selama 12 bulan terakhir. Penyebab permasalahan mental yang terjadi pada saat dewasa bermula saat di masa kecil. Karena pada dasarnya jiwa anak yang terluka mereka akan mengingat masa masa tersebut dan membekas didalam ingatannya. Permasalahan mental atau biasa disebut depresi ini dapat terjadi di umur berapapun, salah satu penyebabnya adalah trauma masa kecil.

Di zaman modern sekarang ini banyak orang tua yang menyepelekan kesehatan mental anak. Kesehatan mental (mental health) merupakan kondisi pikiran kita dari perasaan, emosi, ataupun psikologis dimana apabila hal ini tidak terkontrol dapat menimbulkan gelisah, susah tidur, tidak punya semangat hidup, emosi tidak stabil, melukai diri sendiri dan lainnya, hal tersebut terindikasi bahwa kondisi kesehatan mental kita tidak sehat. Mental health sulit dideteksi karena hanya diri sendiri yang merasakannya, bahkan orang tua yang merupakan lingkungan terdekat dengan anak sering tidak menyadari kondisi kesehatan mental anaknya.

Menurut Prof. Dr. dr. Luh Ketut Suryani, SpKJK (K), Dokter Spesialis Kejiwaan menyatakan bahwa yang mempengaruhi seseorang itu bisa mengalami gangguan jiwa atau kesehatan mental yang kurang baik adalah faktor di dalam kandungan sampai 10 tahun pertama. Misalnya orang tua yang mengalami pertengkaran akan menggugurkan kandungannya, itu semua masuk di dalam memori anak dan jangan berpikir itu cuma jenis setetes segumpal darah, tetapi mereka ada rohnya yang mempunyai memori juga. Sehingga hal tersebut bisa menyebabkan masalah tertentu pada anak.

Setiap anak memiliki proses perkembangan emosi sesuai dengan tahapan dan usianya. Banyak hal yang tidak disadari oleh para orang tua bahwa merekalah yang merusak mental anak. Orang tua yang selalu mendikte kepada anak untuk melakukan sesuatu hal membuat anak menjadi penuh tekanan, bahkan jika orang tua yang selalu menilai hasil tanpa memahami suatu proses yang anak lakukan membuat anak menjadi dirinya tidak berharga atas pencapaiannya.

Orang tua yang membanding-bandingkan kemampuan anaknya dengan kemampuan anak lainnya dapat menyebabkan luka psikis yang serius pada anak. Saat ini orang tua merasa anaknya baik-baik saja selama tidak ada luka fisik, dan mereka tidak memahami luka psikis yang sedang dialami oleh anaknya. Sehingga anak-anak muda sekarang merasa beban hidup mereka lebih berat dibanding anak-anak zaman dahulu karena mereka ditekankan untuk dapat memenuhi ekspektasi orang tuanya dengan tuntutan-tuntutan yang diberikan.

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak untuk mendapatkan pembinaan mental dan pembentukan kepribadian, tetapi tidak semua anak mempunyai tempat pulang bahkan di rumahnya dia sendiri. Anak selalu mempunyai cara untuk dapat menyembunyikan apa yang dia rasakan. Bahkan ada beberapa anak yang silent treatment dalam menghadapi masalah karena dia tahu bahwa orang tuanya tidak akan bisa menerima apa yang diceritakan oleh dirinya. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan kesehatan mental anak yang kurang baik di mana seharusnya anak mendapatkan kasih sayang secara penuh baik dalam bentuk fisik maupun psikis dari lingkungan keluarga.

Oleh sebab itu maka perlunya peranan penting, kita sebagai akademisi untuk dapat memberikan pemahaman kepada para orang tua yang masih menyepelekan kesehatan mental anak. Banyak hal sederhana tetapi bermakna yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mental anak diantaranya:

1. Sebagai orang tua harus menjadi orang tua sekaligus teman bagi anak, orang tua harus menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi anak. Orang tua harus masuk ke dalam dunia anak dimana dalam hal ini kita bisa mengetahui kelebihan dan kelemahan anak. Sehingga kita tidak bisa menuntut kesempurnaan dan berekspektasi terlalu tinggi kepada anak mengingat setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. 

2. Memberikan kepercayaan secara penuh dan suportif kepada anak bahwa ia mampu melakukan hal apapun sesuai dengan kemampuannya.

3. Selalu memberikan kata-kata afirmasi apresiasi positif dan selalu memberikan apresiasi atas pencapaiannya, sehingga anak akan merasa lebih dihargai atas perjuangannya.

4. Memberi ruang kepada anak untuk dapat mengeksplorasi dirinya yang dapat membentuk rasa percaya dirinya.

5. Melakukan kontrol emosional kepada anak dan ajak anak untuk merasakan semua perasaan dan memberi label setiap perasaan itu, sehingga anak mulai bisa mengekspresikan empatinya.

Cara-cara tersebut dapat dilakukan oleh orang tua setahap demi setahap untuk dapat menyelamatkan kesehatan mental anak. Kalau bukan kita siapa lagi? Kalau bukan sekarang?Kapan lagi?

Oleh: Umin Sapitri Liani

Mahasiswa Prodi PGPAUD UPI Kampus Tasikmalaya

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow