Hadapi Risiko Tinggi, Petugas Imigrasi Kini Diizinkan Bersenjata, Ini Alasan di Baliknya

INILAHTASIK.COM | Revisi terhadap Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian akhirnya resmi disahkan, membawa perubahan besar bagi sistem keimigrasian di Indonesia. Salah satu poin yang mencuri perhatian adalah pemberian izin bagi petugas imigrasi untuk menggunakan senjata api dalam tugas penegakan hukum. Kebijakan ini tidak diambil sembarangan, melainkan didasari oleh meningkatnya risiko yang dihadapi para petugas saat menjalankan tugas pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran keimigrasian.
Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim, memaparkan alasan di balik keputusan ini dengan menyoroti insiden tragis yang terjadi pada April 2023. Seorang petugas Imigrasi dari Kantor Imigrasi Jakarta Utara tewas setelah ditikam oleh seorang warga negara asing yang mencoba melarikan diri dari ruang detensi.
"Orang asing tersebut terlibat dalam aksi terorisme dan saat itu tengah ditangani oleh Densus 88 Antiteror bersama Imigrasi," ungkap Silmy pada Jumat (27/09/2024). Insiden ini menggambarkan betapa beratnya risiko yang dihadapi oleh petugas di lapangan.
Ancaman bukan hanya datang dari dalam negeri. Petugas imigrasi yang bertugas di perbatasan negara juga sering berhadapan dengan situasi berbahaya, khususnya di wilayah-wilayah yang rawan konflik. Mereka kerap berurusan dengan pelaku kejahatan transnasional, mulai dari perdagangan manusia hingga terorisme lintas negara. Dalam konteks seperti ini, senjata api tidak hanya menjadi alat perlindungan, tetapi juga memastikan para pelaku dapat ditangkap tanpa perlawanan yang bisa membahayakan nyawa petugas.
"Ancaman kekerasan, aksi terorisme, hingga kerusuhan yang dihadapi petugas imigrasi di lapangan menjadikan senjata api sebagai kebutuhan vital. Tidak hanya melindungi, tetapi juga memberikan efek gentar yang bisa meredam niat buruk pelaku," lanjut Silmy. Ia menegaskan bahwa perlindungan bagi petugas harus menjadi prioritas, terutama mengingat semakin meningkatnya tantangan yang mereka hadapi.
Kinerja Imigrasi dalam penegakan hukum pada tahun 2024 juga mencatatkan peningkatan yang luar biasa. Hingga bulan September, penindakan terkait pelanggaran keimigrasian melonjak hingga 124%, dengan total 3.393 kasus berhasil ditangani oleh satuan kerja Imigrasi di seluruh Indonesia. Angka ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang secara otomatis meningkatkan risiko yang dihadapi petugas saat menjalankan tugas di lapangan.
Silmy pun menekankan bahwa kebijakan ini bukan langkah yang asal-asalan. Indonesia telah mempelajari praktik-praktik keimigrasian di negara-negara maju, seperti Singapura, Amerika Serikat, Jerman, Australia, dan Malaysia, di mana petugas imigrasi diperbolehkan membawa senjata api dengan aturan yang ketat.
"Negara-negara ini sudah lebih maju dalam fungsi keimigrasiannya, dan penggunaan senjata api di sana diawasi dengan sangat ketat," jelasnya.
Saat ini, pemerintah sedang merancang mekanisme penggunaan senjata api bagi petugas imigrasi melalui peraturan menteri. Silmy menjelaskan bahwa proses ini telah melalui tahap kajian yang mendalam dan uji publik yang komprehensif.
"Kami akan menetapkan kriteria yang sangat ketat bagi petugas yang berhak membawa senjata api, serta merumuskan prosedur penggunaan yang jelas, termasuk batasan-batasannya. Untuk sekarang, kita masih menunggu aturan turunannya sebelum penerapan dapat dilakukan," pungkas Dirjen Imigrasi itu.
Langkah ini diharapkan mampu memberikan perlindungan lebih kepada petugas imigrasi yang berjuang di garis depan. Dengan adanya kebijakan ini, para petugas diharapkan dapat bekerja lebih aman dan efektif dalam menjaga kedaulatan negara serta mencegah masuknya ancaman dari luar.
What's Your Reaction?






