Majelis Reformis Tasikmalaya Desak KPU RI dan Jawa Barat Segera Evaluasi Kinerja Komisioner KPU Kab. Tasik

INILAHTASIK.COM | Kabupaten Tasikmalaya menjadi satu satunya daerah di Jawa Barat yang Pilkada nya mengalami masalah dan harus dilakukan pemungutan suara ulang (PSU). Kondisi ini tak ayal jadi sorotan semua pihak, mulai dari politisi, aktivis, hingga akademisi yang turut memberikan atensi khusus atas perkembangan politik di Kab. Tasikmalaya belakangan ini.
Ketua Bidang Advokasi Majelis Reformis Tasikmalaya, Muhamad Fiki Farhan, mendesak KPU RI dan KPU Jawa Barat untuk segera melakukan evaluasi kinerja komisioner KPU Kab. Tasikmalaya yang di anggap tidak kompeten dan tidak mempunyai ketegasan dalam proses verifikasi Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Kabupaten Tasikmalaya.
"Saya kira Ketua KPU Kabupaten Tasikmalaya tidak mempunyai kemampuan dalam memahami peraturan perundang undangan pelaksanaan Pilkada 2024. Padahal sudah jelas dalam undang undang Pilkada seseorang yang telah menjabat selama dua periode, baik berturut-turut maupun tidak, tidak boleh mencalonkan diri," kata Fiki, kepada wartawan, Jumat, 28 Februari 2025.
Ia menyebut, sangat jelas masa jabatan ditentukan lima tahun penuh atau paling singkat 2,5 tahun. Hal ini mencuat seiring dengan adanya sebagian pengabulan permohonan dalam perkara Nomor 123/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya 2024.
"Sebelum penetapan calon Bupati dan Wakil Bupati pada tanggal 22 September 2024, hal tersebut pernah dipermasalahkan. Namun setelah keluarnya putusan MK memperjelas bahwa Ketua KPU Kab. Tasikmalaya tidak punya kompetensi dan pemahaman yang utuh terkait peraturan pelaksanaan Pilkada," ujar Fiki.
Menurutnya, keputusan KPU Kabupaten Tasikmalaya yang meloloskan calon bupati yang tidak memenuhi syarat pencalonan merupakan indikasi lemahnya verifikasi dan pengawasan dalam proses pemilihan.
“Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan perkara PHPU menjadi bukti adanya pelanggaran dalam proses Pilkada yang dilakukan oleh KPU Kab. Tasikmalaya. Ini jelas mencederai demokrasi dan kepercayaan publik," jelasnya.
Di tengah ramainya permasalahan efisiensi anggaran, KPU Kabupaten Tasikmalaya malah melakukan kelalaian yang mengakibatkan harus diadakannya Pemungutan Suara Ulang (PSU), yang memerlukan anggaran cukup besar, yakni mencapai Rp 60 miliar.
“Ini menjadi pemborosan yang seharusnya tidak perlu terjadi apabila sejak awal KPU bekerja dengan profesional dan transparan,” ucapnya.
Desakan agar Ketua KPU Kabupaten Tasikmalaya mendapatkan evaluasi kinerja semakin kuat di tengah ramainya kritik dari berbagai pihak. Beberapa kelompok menilai bahwa ketidakmampuan komisioner KPU dalam menjalankan tugasnya telah merugikan kepentingan publik serta menciptakan ketidakpastian politik di daerah.
Majelis Reformis Tasikmalaya meminta agar segera dilakukan evaluasi terhadap kinerja KPU Kabupaten Tasikmalaya, termasuk kemungkinan adanya intervensi hukum atas dugaan kelalaian yang dilakukan.
“Kami menuntut transparansi dan akuntabilitas dari penyelenggara pemilu. Jika Ketua KPU tidak segera mendapatkan evaluasi, kami akan mengambil langkah lebih lanjut demi menjaga integritas demokrasi di Tasikmalaya,” tegasnya.
Situasi ini masih terus berkembang. Publik menantikan langkah yang akan diambil oleh KPU Kabupaten Tasikmalaya, serta respons desakan pihak pihak terkait yang semakin menguat.
What's Your Reaction?






