Mewujudkan Masyarakat Bermoral Sehat Secara Alami dan Sistematis? Beginilah Caranya.

INILAHTASIK.COM | Manusia itu bukan Tarzan, si manusia hutan. Ia memang memiliki kemampuan bertahan hidup, berdampingan, dan diasuh oleh orang utan di alam rimba. Namun, ketika pun Tarzan mampu hidup, ia kehilangan kecerdasan bahasa dan cara berinteraksi yang baik dengan sesama manusia. Untungnya, Tarzan hanyalah fiksi, kisah ini buah pikir manusia dan cukup populer di masanya.
Tidak seperti Tarzan, manusia sejatinya tidak bisa tinggal di hutan rimba sendirian, tanpa sanak dan kawan. Manusia juga membutuhkan interaksi dengan sesamanya, agar kelangsungan hidupnya tetap terjaga. Begitulah alaminya manusia, dipetakan oleh Sang Pencipta dengan naluri untuk saling membutuhkan.
Sejak Sang Pencipta menciptakan Adam hingga manusia akhir zaman, semuanya dibentuk dengan akal, kebutuhan jasmani, serta naluri-nalurinya. Akal merupakan pembeda manusia dengan makhluk lainnya. Akal diciptakan dengan kecanggihannya untuk menilai dan memikirkan sesuatu.
Namun, baik buruknya penilaian tersebut harus didampingi dengan pemahaman agama (syariat).
Sedangkan kebutuhan jasmani adalah semua pemenuhan akan tubuh berupa makanan, minum, beristirahat dan metabolisme tubuh. Kebutuhan ini pun harus dipenuhi dengan standar syariat agar tidak terjadi kerusakan dan kemadhorotan pada tubuh manusia.
Salah satu unsur lain yang terdapdat dalam diri manusia yaitu naluri. Naluri meng-esa-kan sesuatu. Naluri ini merupakan naluri untuk menghamba akan sesuatu di luar diri manusia atau disebut juga naluri beragama.
Kemudian, naluri eksistensi diri. Manusia akan senantiasa menyenangi benda-benda kepemilikan, akan senang untuk eksis di tengah-tengah masyarakat, atau alaminya akan menampakkan rasa senang, sedih, kecewa dan lainnya.
Naluri yg ketiga adalah naluri berkasih sayang atau kecenderungan menyukai terhadap lawan jenis. ketiga naluri ini merupakan fitrah, tidak bisa dihilangkan.
Oleh karena itu penyalurannya harus diatur oleh syariat (Islam). Sehingga terjaga dari penyimpangan dan tidak keluar batasan norma. Terutama naluri dalam berkasih sayang.
Seperti itulah Islam memuliakan manusia agar tercipta masyarakat yang bermoral dan sehat.
Lantas bagaimana kehidupan manusia saat ini?
Kehidupan saat ini begitu banyak tantangan baik secara jasmani maupun rohani. Kasus-kasus penyimpangan yang merusak tubuh marak dimana-mana seperti lonjakan data kasus HIV/AIDS.
Subang provinsi Jawa Barat menjadi satu diantara kota lainnya yang mengalami peningkatan kasus HIV/AIDS. Akhir Tahun 2023 terdapat 414 kasus temuan dari 27.700 orang yang dicek. Sedangkan dari Januari hingga Mei 2024 terdapap 184 kasus baru (mediaindonesia.com, 26/06/2024). Fakta ini sangat memprihatinkan.
Merespon kenaikan kasus tersebut, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Subang berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten menggelar Rakor (rapat koordinasi) sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Agenda ini dilaksanakan di Aula Besar BP4P Kabupaten Subang, dengan tema "Lintas Sektor Beraksi, HIV Tertanggulangi, SPM Terpenuhi, Subang Ngahiji" (rri.co.id, 12/09/2024).
Pemerintah Kabupaten Subang tengah berkomitmen untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS yang semakin meningkat di Kabupaten Subang. Namun upaya untuk menanggulangi kasus HIV AIDS akan mampu diatasi jika menyentuh akar penyebabnya.
Semua pihak seyogianya berkomitmen kuat agar HIV/AIDS tidak bertambah, bahkan bisa terselesaikan tanpa sisa. Harus ada upaya preventif dari individu dan masyarakat. Negara juga sebagai pihak paling berperan harus menetapkan payung hukum yang benar.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, dr. Maxi menyatakam bahwa penyebab utama melonjaknya kasus HIV/AIDS adalah pergaulan bebas (free sex), prostitusi online, dan L98T. Perilaku penyimpangan seksual menyumbang 33 persen sebagai penyebab. Beliau menyampaikan sulitnya pengawasan terhadap praktek prostitusi online, free sex dan L98T, menjadi pendorong sulitnya mengontrol angka penderita HIV/AIDS.
Pernyataan ini jelas menampakkan darimana dan bagaimana masalah ini muncul. Maka, solusinya harus berkaitan dengan lingkup tersebut pula.
Masyarakat bermoral sehat? Beginilah caranya.
Membentuk masyarakat yang sehat harus menjadi projek bersama. Semua pihak harus menyadari dan memahami pentingnya mengembalikan moral pada norma yang benar. Apa saja yang harus dilalukukan?
Perlu ada penyadaran dan pendorongan pada individu agar menjadi individu yang bertakwa atau taat. Ternyata Islam memiliki seperangkat tata aturan pergaulan antara lelaki dan perempuan yang bukan mahrom.
Aturan tersebut diantaranya adalah menahan pandangan, menutup aurat sempurna baik lelaki maupun perempuan, larangan berkholwat (berdua-duaan), membolehkan interaksi dalam empat kondisi umum; muamalah, pendidikan, kesehatan, dan peradilan.
Sekali waktu dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Jarir ibnu Abdillah pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai pandangan yang tiba-tiba (tidak disengaja). Maka beliau menyuruhnya untuk memalingkan pandangan.
Aturan ini pun tercantum dalam Al-qur'an:
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya". (TQS an-Nur: 30)
Kemudian, saling berkaitannya antara aturan satu dengan yang lainnya, mengokohkan pondasi penjagaan individu. Seperti halnya kewajiban menutup aurat sempurna.
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". (TQS Al-Ahzab: 59)
Ketakwaan individu, harus beriringan dengan ketakwaan masyarakat. Dengan begitu, perilaku penyimpang dan segala bentuk keburukan akan senantiasa bisa dicegah. Masyarakat sehat merupakan sekumpulan individu yang memiliki perasaan, dan pemikiran yang sama, yakni memahami bahwa keburukan tidak boleh diabaikan.
Sedangkan tugas Negara adalah menetapkan aturan mengenai interaksi laki-laki dan perempuan dalam sebuah Undang-Undang. Mengapa? Agar kebijakan itu menajdi payung hukum pencegahan pergaulan yang kebablasan.
Islam secara gamblang, sudah menyajikan solusi paripurna. Negara tentu perlu untuk mengadopsinya dalam mengatur pergaulan pria dan wanita, pengontrolan terhadap media tontonan, dan bersikap tegas terhadap pelaku perzinaan maupun LGBT yang acap kali menjadi penyebab terbesar kasus HIV AIDS.
Dengan demikian, bukankah hal yang mungkin untuk mewujudkan masyarakat yang sehat secara alami dam sistematis?
Jika mengikuti semua yang disyariatkanNya.
Wallahu'alam
Penulis: Tati Sunarti, S.S
What's Your Reaction?






