Solusi Pengentasan Tindak Pidana Korupsi

OPINI, INILAHTASIK.COM | Publik sudah lelah dengan berbagai berita terkait tindak pidana korupsi, pencucian uang, flexing para pejabat maupun keluarganya, yang paling heboh kemarin adalah adanya transaksi jumbo yang mencurigakan sebesar Rp 349 Triliun di Kemenkeu.

Ramainya masyarakat yang memprotes terkait kasus-kasus tadi, maka pemerintah berinisiatif untuk membuat RUU Perampasan Aset. Namun efektifkah RUU ini menuntaskan budaya korupsi yang sudah mengakar di negeri ini?

Korupsi di tengah para pejabat sudah menjadi penyakit berat dan sangat sulit diatasi, bahkan korupsi sering dilakukan secara komunal, saling mendukung antar pejabat, baik di kalangan pejabat kementerian, pejabat pusat, maupun pejabat daerah.

High cost politic menjadi salah satu faktor terjadinya korupsi, mahalnya biaya menjadi anggota legislatif maupun eksekutif membuat para pejabat harus merogoh kocek yang dalam, dan ingin modal kembali melalui korupsi, karena hanya dengan mengandalkan gaji pokok dan tunjangan tidaklah menutupi biaya politik mereka.

Faktor berikutnya adalah gaya hidup pejabat dan keluarga yang high class, juga tentu faktor lainnya adalah keimanan dan keterikatan pada agama para pejabat.

Faktor lainnya adalah lemahnya hukuman bagi para koruptor membuat tindak pidana korupsi menjadi kebiasaan.

Tindak pidana korupsi tidak cukup dengan RUU Perampasan Aset, tetapi dibutuhkan sistem negara yang menjadikan para pejabat jujur, tidak membutuhkan high cost politic yang tinggi dan menjadikan suatu jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.

Sistem Islam yang akan mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan korupsi ini. Sudah terbukti dari masa Rasulullah SAW, para Khulafaur Rasyidin dan Khalifah setelahnya mereka  menjadi pemimpin dan para pejabat yang amanah, dan jauh dari tindakan tercela seperti korupsi.

Oleh : Feni Endah Nurfitriyani, S.Pd.