Situs Pangcalikan Gunung Padang dan Cerita Rakyat Kerajaan Galuh

Mar 3, 2023 - 09:44
Mar 3, 2023 - 09:44
Situs Pangcalikan Gunung Padang dan Cerita Rakyat Kerajaan Galuh

CIAMIS, INILAHTASIK.COM | Situs Pangcalikan Gunung Padang terletak di Desa Sukaresik, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Situs ini merupakan sebuah hutan lindung yang memiliki objek peninggalan purbakala yang oleh masyarakat setempat dinamakan pangcalikan.

Untuk mencapai lokasi ini, pengunjung harus melewati jalan setapak berbatu yang menanjak.

Pada kompleks situs Pangcalikan Gunung Padang terdapat beberapa objek bersejarah, termasuk bangunan berundak, makam, dan kolam.

Bangunan berundak di Gunung Padang terpusat pada batu datar yang disebut pangcalikan. Batu ini berada di dalam bangunan semacam cungkup yang dibangun pada tahun 1983 oleh keluarga juru kunci dan dibantu oleh kerabat.

Bangunan cungkup menghadap ke arah timur dengan ukuran 4,42 x 4,62 m dan berdiri pada lahan yang lebih tinggi dari sekitarnya. Lahan tersebut dibatasi dengan benteng talud batu dengan ukuran panjang 11,76 m dan lebar 12,80 m.

Batu pangcalikan terdiri dari dua bongkah batu, yang besar berukuran panjang 114 cm, lebar 69 cm, dan tebal 14 m, sedangkan yang lebih kecil berukuran panjang 45 cm, lebar 28 cm, dan tebal 10 cm.

Di sebelah selatan pangcalikan terdapat enam batu tegak dan di sebelah utara terdapat satu batu tegak. Di sebelah utara (belakang) bangunan cungkup terdapat hamparan batu yang bentuk dan ukurannya bervariasi. Jarak dari batas benteng talud ke hamparan batu adalah 3,53 m.

Di Situs Gunung Padang terdapat satu kolam pamandian dan tiga sumur kecil yang disebut cikahuripan sebagai air minum dan wudhu untuk meminta keberkahan.

Kolam dan sumur kecil terletak di bawah di sebelah utara halaman inti. Kolam Cikahurupan berukuran panjang 4,80 m dan lebar 3,70 cm.

Di sebelah utara kolam cikahuripan berjarak sekitar 4,90 m terdapat tiga sumur kecil cikahuripan yang mengalir ke kolam pamandian melalui bawah tanah.

Menurut kuncen Emil, Gunung Padang adalah sebuah nama siloka, yang berarti gunung adalah tempat yang tinggi sedangkan padang mempunyai arti terang, luas, hasil pemikiran yang terbaik jalan keluar dari sebuah permasalahan. 

Situs Pangcalikan Gunung Padang dikaitkan dengan Kerajaan Galuh dalam cerita rakyat. Menurut cerita tersebut, Sri Maharaja Adi Mulya adalah seorang raja dari Kerajaan Galuh yang sangat adil dan bijaksana.

Selama ia memerintah, ia sangat disegani oleh rakyatnya. Ia memiliki dua istri, yaitu Naga Ningrum yang melahirkan Ciung Wanara, dan Dewi Pangrenyep yang melahirkan Hariang Banga.

Selama memerintah, ia dibantu oleh seorang patih bernama Aria Kebonan dan seorang longser. Aria Kebonan adalah seorang patih yang sangat cakap sehingga segala perintah raja dapat dilaksanakan dengan baik.

Suatu hari, dalam hati kecilnya, Patih Aria Kebonan berkeinginan menjadi raja. Keinginan ini semakin menguat, sehingga dengan sekuat tenaga, ia merebut takhta Kerajaan Galuh.

Raja Sri Maharaja Adi Mulya merasa tersingkir dan akhirnya pergi ke sebelah barat bermaksud menenangkan diri dan bertapa di sebuah tempat.

Ia berganti nama menjadi pandita Ki Ajar Sukaresi, bahkan ada yang mengatakan ia merubah dirinya menjadi kris pusaka untuk menghilangkan jejaknya.

Setelah bertapa, ia berniat untuk merebut kembali tahta Kerajaan Galuh. Dibantu oleh Giri Dawang, ia berhasil merebut kembali kerajaan tersebut.

Setelah itu, Kerajaan Galuh dibagi menjadi dua wilayah dan diserahkan kepada putra-putranya. Ciung Wanara memerintah di sebelah barat, sedangkan Hariang Banga memerintah di sebelah timur.

Tempat di mana Sri Maharaja Adi Mulya bertapa dan menyusun kekuatannya dinamai Gunung Padang.

Sampai saat ini, Gunung Padang masih bisa dilihat dan menjadi tempat ziarah yang banyak dikunjungi.

Situs Pangcalikan Gunung Padang merupakan peninggalan purbakala yang berhubungan dengan bentuk sistem religi masyarakat masa lampau.

Pengembangan sektor pariwisata sebaiknya memperhatikan faktor lingkungan dan makna simbolis yang berkaitan dengan religi masa lampau.

Situs ini perlu dipertahankan agar tidak kehilangan makna simbolis dan nilai-nilai budaya luhur.

Sayangnya, situs ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Hal ini terbukti dengan tidak adanya biaya perawatan.

"Untuk biaya perawatan situs, saya harus mengeluarkan uang dari kocek pribadi. Apa boleh buat, tempat Karuhun harus dijaga agar tidak kehilangan jati diri bagi generasi selanjutnya. Walaupun harus berbagi dengan kebutuhan dapur," ujar Emil pasrah.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow